Minggu, 03 September 2017

Biografi KH Abdul Aziz Manshur


KH. Abdul Aziz Manshur dilahirkan di Paculgowang Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Jawa Timur, tahun 1942 M. Sewaktu Jepang mulai berkuasa di Indonesia.
Sejak usia dini beliau telah dididik oleh kedua orang tuanya.  Pada usia 4 tahun beliau diajar orang tuanya mengenal fasolatan, thoharoh (sesuci) dan menghafal juz Amma  langsung oleh Ibu beliau. Memasuki usia 6 tahun beliau mulai ikut sekolah, kemudian dilanjutkan dengan belajar Al-Quran. Dalam mengkaji Al-Quran,  hanya butuh waktu 1 tahun bagi beliau untuk mengkhatamkan Al-Quran, dan mengadakan tasykuran.
Memasuki usia 7 tahun, KH. Abdul Aziz Manshur mulai masuk sekolah rakyat (SR) yang kedudukannya setingkat dengan Sekolah Dasar (sekarang) berada di desa Bandung.  Pada kelas satu beliau diajar oleh seorang guru bernama Suroto, dengan tetap mempelajari Al-Quran dan Al-Barzanji, Diba’ sekaligus dengan makna oleh orang tua beliau.
Di sekolah rakyat ini, beliau berhasil menguasai  baca, tulis, berhitung, sejarah, berbahasa Indonesia,  dan beberapa keterampilan, seperti;  membuat kaset, kipas, dan lain-lain.  Beliau terpaksa masuk sekolah rakyat ini karena memamng sekolah yang ada pada  waktu itu hanya sekolah rakyat. Setengah tahun lamanya sekolah di SR beliau pindah ke Madrasah Ibtida’iyyah Paculgowang yang sempat vakum beberapa tahun akibat agresi Belanda ke II.
Sejak kecil KH. Aziz Manshur selalu diajarkan sholat dan puasa oleh kedua orang tuanya dengan pengawasan yang ketat. Meskipun demikian, masa kecil beliau juga tidak luput dari permainan, beberapa permainan yang beliau gemari di antaranya sepakbola, kasti, obak sodor, dan lain sebagainya. Dari berbagai macam permainan yang paling digemari adalah perang-perangan, di dalam permainan perang-perangan itu beliau mengatur dan mempin peperangan.  Pada waktu itu KH> Aziz Manshur belum mempunyai keinginan untuk menjadi pemimpin, yang ada dalam angan-angan dan cita-cita beliau adalah alangkah bahagianya bilamana hidup di tengah masyrakat bisa memberi pertolongan dan membahagiakan orang lain.
Ajaran dari orang tua yang melekat di sanubari di samping hal ikhwal yang dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari adalah berupa kepingan-kepingan dawuh (mauidloh) yang disampaikan dengan senda gurau saat berkumpul dengan keluarga. Kitab-kitab yang sering disampaikan sebagai landasan yang kemudian melekat di sanubari adalah Sullam Safinah, Bidayatul Hidayah dan Aqidatul Awam.
Orang tuanya selalu mengajarkan dalam kehidupan sehari-hari agar tidak malas, hal tersebut dilakukan orang tua beliau dengan cara memberikan dengan suatu perjanjian. Contoh beliau senang dengan kelinci atau kambing, maka orang tua beliau membelikan semua itu dengan janji agar beliau mau merawat sendiri, mencarikan makan, merawat kandang dan membersihkannya. Begitu juga ketika beliau menginginkan baju, kedua orang tua pun membelikan dengan janji untuk merawat, mencuci, melipat  sampai menyimpannya di almari sendiri.
Setelah pindah di MI paculgowang maka perhatian beliau terfokus pada pelajaran,  dan pelajaran agamalah yang menjadi idaman beliau, alangkah bahagia seandainya dapat membaca kitab-kitab tanpa makna seperti orang tua dan kakek, nenek  beliau.  Begitu juga, alangkah bahagianya andaikata bisa mengajarkan ilmu agama kepada orang lain. Orang tua beliau juga sering menceritakan keberhasilan Mbah KH. Abdul Karim Lirboyo.
Setelah dua setengah tahun di Tebuireng, ada pergantian kurikulum dengan tujuh jam pelajaran yang terdiri dari empat matapelajaran umum dan tiga pelajaran agama. Ini menjadi pertimbangan khusus karena saat itu beliau sedang fokus dengan ilmu agama, kemudian memutuskan untuk pindah. KH. Abdul Aziz Manshur kemudian berpindah ke Sarang, Watu Congol, Banten, Cirebon.  Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya beliau memutuskan untuk menggapai cita-citanya di Pondok Pesantren Lirboyo. Yang mana Lirboyo adalah pondok yang fokus untuk mempelajari ilmu alat (nahwu & sorof). Dan saat bulan puasa tiba, beliau tabarrukan di pondok pesantren lain.
Selama menimba ilmu di Lirboyo, KH. Abdul Aziz Manshur termasuk santri yang berprestasi, sehingga Almaghfurlah KH. Marzuki Dahlan (Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo) mengambil beliau sebagai menantu. Setelah melangsungkan pernikahan, tak lama kemudian KH. Abdul Aziz Manshur menggantikan ayahandanya yang telah kembali kerahmatullah sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi’in.
KH. Abdul Aziz Manshur dengan penuh tanggungjawab memikul amanah dari ayahandanya, mengasuh Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin dengan sepenuh hati, percaya diri, dan rasa ikhlas. Pondokpun semakin maju dan berkembang, meski era globalisasi telah menggeser semua “barang lama” dan menyebabkan pergeseran nilai-nilai kehidupan di tengah masyarakat, tetapi beliau tetap mempertahankan sistem kesalafan yang murni dan konsisten. (memori '97)


Kamis, 03 November 2016

Biografi KH.Munif Djazuli ploso

 Meneladani seorang ulama tak akan ada habisnya. Selalu saja terselip uswah di setiap sudut kehidupannya. Sekecil apapun yang diperbuat, di balik itu semua akan ada hikmah yang dapat dipetik oleh umat. Dan mungkin itulah yang disinyalir dalam hadis Nabi, bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Bukan mewarisi harta, dirham dan dinar, tapi ilmu dan keteladanan.

Sabtu, 15 Oktober 2016

KH. AHMAD DJAZULI UTSMAN

 created by : harun arrosyid

DI AWAL ABAD KE-20, TEPATNYA TANGGAL 16 MEI 1900 DISAAT PENJAJAH MENINDAS BANGSA INDONESIA, TELAH LAHIR SEORANG BAYI YANG DIBERI NAMA MAS'UD. IA LAHIR DARI KALANGAN BANGSAWAN YANG RELEGIUS DARI KELUARGA BESAR RADEN MAS M. UTSMAN SEORANG ONDER DISTRIK (PENGHULU KECAMATAN). SUASANA GEMBIRA MENYAKSIKAN LAHIRNYA BAYI DI DUNIA, DARI WAJAHNYA TERPANCAR NUR ILAHIYAH PERTANDA BAHWA KELAK IA AKAN MENJADI FIGUR YANG DIKAGUMI MASYARAKAT.

Senin, 10 Oktober 2016

Biografi KH hamim dzajuli


KH Hamim Tohari Djazuli atau akrab dengan panggilan Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940,beliau adalah putra KH. Jazuli Utsman (seorang ulama sufi dan ahli tarikat pendiri pon-pes Al Falah mojo Kediri),Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur.
created by : harun arrosyid 11 oktober 2016

Sabtu, 10 September 2016

BIOGRAFI KH M.ANWAR MANSHUR

Sosok pribadi yang tegas, Istiqomah, dan amanah

Posted By : Harun Arrosyid

 Seorang tokoh lirboyo yang Kharismatik, salah satu penerus tapak tilas perjuangan para tokoh-tokoh pendahulunya
  Kiai 'alim yang menjadi pengasuh pondok pesantren Lirboyo ini mengemban amanat yang cukup berat, untuk bisa mempertahankan nilai pendidikan tradisional yang telah ditanamkan para tokoh sebelumnya seperti kiai Abdul Karim, kiai Marzuqi Dahlan dan kiai Mahrus Aly.

Senin, 05 September 2016

Sejarah Pondok Pesantren Al-falah Ploso

Sejarah Pondok Pesantren Al-falah Ploso



  Posted By : Harun Arrosyid 06 September 2016
Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. A.Djazuli membengkak menjadi 100 orang.

Jumat, 02 September 2016

Biografi,Karomah dan Kisah Teladan KH Mubasyir Mundzir

KH. Mundzir adalah pengasuh pondok pesantren “Tahfidzul Qur’an Ma’unah Sari” Bandar Kidul, Kediri, Jawa Timur.
Posted By : Harun Arrosyid 02 September 2016
Sebagai Kyai kharismatik atau di segani oleh masyarakat, KH Mundzir mempunyai karomah antara lain :
1.       Si kecil yang perkasa
Perilaku masa kecil Kyai Mundzir wajar-wajar saja, sebagaimana anak kecil pada umumnya, walau kadang memperlihatkan pola tingkah yang tidak lumrah atau nganeh-nganehi, yang di dunia pesantren bisa di istilahkan dengan kata khorikul ‘adah, pernah suatu ketika Kyai Mundzir memainkan gentong / mengangkat-angkat gentong dengan santainya, tentu hal ini mengundang keheranan dan rasa takjub bagi siapapun yang melihatnya. Rasa heran dan takjub itupun semakin menjadi tatkala gentong tersebut penuh dengan air yang bagi satu orang dewasapun umumnya belum kuat untuk mengangkatnya, namun ternyata Kyai Mundzir yang masih anak-anak itu bukan sekedar mengangkat, malah memainkanya dengan santai laksana seorang “pendekar atau jagoan kungfu” yang sedang memperlihatkan keahlianya.